UMUMNYA setiap bangunan mempunyai tiang yang fungsinya sebagai penyangga. Pada bangunan jaman dahulu akan selalu dipasang tiang sebagai penyangganya. Kita lihat saja bangunan kraton, Joglo Jawa dan bangunan kuno lainnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Dapat kita lihat, tiang berdiri untuk menyangga yang di sebagian daerah lain dapat berfungsi sebagai pondasi.
Bangunan lama biasanya bertiang kayu besar atau tiang kayu kecil. Ada bangunan yang tiangnya dibuat menggunakan kayu pohon – biasanya kayu jati – yang utuh sehingga tampak terlihat kokoh. Bangunan modern ada yang masih memperlihatkan tiang penyangganya yang terbuat dari beton sehingga terkesan artistik dan klasik.
Meski tidak semua bangunan ada tiangnya, namun hampir semua bangunan dibuat menggunakan tiang penyangga. Pada bangunan modern, tiang memang tidak selalu tampak terlihat. Tiang bangunan dalam hal ini sudah digantikan dengan beton cor yang menjadi satu dengan tembok. Demikian pula pondasinya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menyangga dinding bangunan.
Istana negara merupakan salah satu contoh bangunan bertiang. Kita dapat melihat tiangnya dari luar pagar istana. Demikian pula gedung putih di Amerika Serikat,t iangnya nampak sekali dapat disaksikan dari luar. Kalau kita berkunjung ke Keraton Yogyakarta, di pagelarannya akan kita jumpai sejumlah tiang untuk menyangga pagelaran tersebut. Belum lagi yang di bangunan utamanya.
Tiang yang sering disebut juga pilar, atau orang Jawa sering menyebutnya dengan “cagak” ternyata tak hanya dipergunakan sebagai penyangga bangunan saja. Kapal-kapal tempo dulu juga mempergunakan tiang untuk mengembangkan layarnya. Tanpa tiang, maka layar tak akan terkembang sehingga kapal pun tak akan bisa berlayar dengan baik. Lain dengan kapal api atau kapal bermesin yang sudah memakai bahan bakar untuk menjalankannya.
Selain itu semua, tiang pun banyak berdiri di sepanjang jalan baik di kota ataupun di desa. Tiang listrik, tiang telepon, tiang lampu, tiang rambu lalu lintas sampai “tiang sae” atau yang “mboten sae” (Jawa, sae = baik) dapat kita jumpai hampir dimanapun kita berada. Tiang banyak bertebaran di mana saja dan rata-rata terbuat dari besi fungsinya sebagai penyangga seperti kabel PLN atau telkom.
Dalam sebuah hadits, sholat dikatakan sebagai tiangnya agama. Sedang dalam kehidupan keluarga ibu adalah tiangnya rumah tangga. Lalu dalam kehidupan bernegara ada ungkapan yang mengatakan bahwa wanita adalah tiang negara. Maka tiang menjadi sangat penting bukan saja sebagai penyangga sebuah bangunan maupun kapal layar, apalagi kabel listrik atau kabel telepon. Lebih dari itu tiang memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam kehidupan beragama, berkeluarga dan bernegara.
Kalau tiangnya lemah atau ambruk maka sesuatu yang disangganya juga akan runtuh. Bahkan manusia pun mempunyai tiang yang khas dan unik untuk menyangga sesuatu yang dimilikinya. Misalnya saja kepala, tiangnya bukanlah leher atau tengkuk. Tiang penyangga kepala adalah mata.
Bayangkan kalau mata sudah lelah, capai dan mengantuk pasti akan berpengaruh pada kepala. Saat mengantuk pasti kepala akan terasa berat. Orang yang sedang terkantuk-kantuk pasti kepalanya akan tertunduk sampai jatuh, secara pelan-pelan atau mendadak. Pada saat orang tertidur, badannya pun tak akan mungkin tegak lagi.
Hal itu dapat kita lihat pada saat orang sedang jumatan mendengarkan khutbah. Banyak yang terkantuk-kantuk hingga jatuh tertidur. Juga pada sidang umum MPR, banyak yang tertidur karena tiang penyangganya lemah. Kalau mata sudah tak mau lagi diajak melek, kepala pun akan segera pasrah dan ambruk.
Bukan hanya kepala saja yang ada penyangganya. Kaum lelaki juga punya, namanya “pilar tunggal” yang dapat berdiri kokoh kalau fungsinya maksimal. Coba kalau pilarnya lemah atau letoy, pasti fungsinya berkurang bahkan mungkin tidak bisa digunakan. Jika sudah demikian, maka banyak yang memanfaatkan obat-obatan untuk mengambalikan lagi fungsi tiangnya. Selain itu, melakukan servis pilar tunggal ke ahlinya sehingga “pilar tunggal menyangga langit” dapat berdiri tegak lagi. Sayangnya, sekarang Mak Erot sudah tiada lagi.
Tiang atau pilar atau yang orang Jawa bilang “cagak” ini ternyata juga dimiliki oleh kaum perempuan. Tapi jaman sekarang fungsi cagaknya sudah berkurang karena pengaruh modernisasi. Jaman dulu sering dipakai oleh para abdi dalem perempuan yang memakai kemben (kain jarik). Kemben merupakan selembar kain yang secara keseluruhan menutupi dada dan membiarkan pundak terbuka.
Kemben sebagai busana tradisional yang biasa digunakan oleh abdi dalem perempuan ini pun perlu dikasih cagak agar tidak melorot. Biasanya kain dililitkan atau digulung lalu berakhir (dislempitkan) di daerah dada perempuan, pas di tengahnya. Seperti kaum perempuan yang mandi pakai kain itu lho…
Nah, sekarang Anda sudah tahu yang mana “cagak kemben” atau “pilar tunggal menyangga langit.”
kebetulan saya tiang jaler mas.. jd paham kok apa itu cagak kemben kaliyan pilar tunggal penjaga langit 😛
— — —
*sami gus, kula nggih tiyang jaler…
SukaSuka
Tiang penyangga kalau di tempatku namanya SOKO. Kalau tiang penyangga utama namanya SOKO GURU. Saya sendiri gak tau kenapa yang utama-utama itu malah GURU.
— — —
*mari kita tanya ke para guru, mengapa merea kok jadi utama…
SukaSuka
(maaf) izin mengamankan KETIGA dulu. Boleh kan?!
Cagak, soko…
Gak ada cagak pasti roboh mak gedebruk..!
— — —
*hati2 jangan berada di bawahnya…
SukaSuka
bangunan juga begitu harus ada penyangganya yaitu pondasi, ngomong – ngomong soal pondasi, bisa dilihat disini!
http://cipstuff.blogspot.com/2009/08/pekerjaan-tiang-pancang.html
— — —
*betul, pondasi menjadi unsur utama dalam membangun rumah
SukaSuka
dalam bahasa Jawa, “TIANG” itu artinya orang / wong.
benar juga, tiangnya kepala itu mata ya.
terus bagaimana dengan orang buta ? 😕
alhamdulillah “pilar tunggal” punya saya masih bisa berdiri kokoh pada saat yang dibutuhkan. haha 😆
— — —
*Orang buta pun bisa mengantuk, meski ia tidak melihat.
SukaSuka
semoga saya bisa menjaga tiang Agama,
Betul kata Pak guskar, saya juga Tiang JAler, 😆
— — —
*insya Allah, mari kita tegakkan tiang agama kita
SukaSuka
Masih garuk2 kepala nih tentang yg terakhir itu…jd maksudnya diselipkan kemana?
— — —
*di bagian atas
SukaSuka
Nggak ngerti yang terakhir itu… hmm… artinya rada2 apaaa gitu ya, Pak? 😛 hihihi. Yang laen2nya sih ngerti… tapi tambahan kalo kemben modern itu nggak ada tiang2nya lagie makanya punya dewi persik sempet merosot hikikikikiki ^^;
Met wiken! 😀
— — —
*kalo itu sih, mungkin tiangnya aja yang terlalu sensitif
SukaSuka
pa cabar sahabat
salam hangat selalu
— — —
*insya Allah, dalam keadaan sehat.
SukaSuka
saya taunya cuma cagak mesjid Mas
— — —
*cagak rumah pasti juga tahu dong, atau cagak aniem (tiang listrik)
SukaSuka
tiang penyangga maksudnya dan salah satunya adalah iman dan sholat
— — —
*ya, shalat adalah tiang agama
SukaSuka
orang yang suka terkantuk-kantuk dan tertidur saat jumatan, termasuk yg memiliki tiang yg rusak..!
hehehe
pondasinya bukan dari semen kali tuh, dari tanah.hehehe
emang bener, tiang kita harus selalu dirawt dan dijaga agar tidak rapuh.
— — —
*lha, ada yang tertidur sampai shalat usai.
SukaSuka
wah…wah…emang kalau seniman sejati mah, dengan hanya satu kata “tiang” melahirkan banyak kata yang lainnya…dan yang terpenting kata-kata yang lain itu ditunjang kohesi tiap kata dalam paragraf begitu juga koherensinya.
Agaknya, halaman putih ini tidak berlebihan jika saya jadikan sebagai salah satu blog tempat saya mencari sumber inspirasi….Agar ketika, saya ingin mempercantik postingan, bisa mencari lipstik, bedak, dll nya disini….
Thanks…
— — —
*Makasih mas, tapi rasanya biasa2 aja kok. Sama seperti blogger yang lain…
SukaSuka
Tapi tdk semua tiang berfungsi lazimnya tiang. Sebagian malah sekedar sebagai pemanis, pelengkap dan dari pada tidak kelihatan tiangnya. Bahkan banyak tiang yang dipasang melebihi yang seharusya agar tampak lebih berwibawa, lebih wah, lebih hot dsb.
Ini berlaku pada semua tiang yang disebutkan diatas.
Ternyata “tiang” adalah satu kata beribu makna ya, hehehe….
— — —
*Memang, semakin lama ada pergeseran fungsi utama dari sebuah tiang.
SukaSuka
Salam buat sahabatku…
— — —
*salam hangat juga dari HALAMAN PUTIH
SukaSuka
salam sobat
iya benar kalau tiang penyangganya lemah atau rapuh,,,
yang disangganya akan runtuh juga.
memang pilar tunggalnya paling penting,,hi,,hi,,
— — —
*Yang penting maksimal begitu khan maksudnya…
SukaSuka
Tiang di sini harus kuat, sehingga untuk menyangga tak khawatir akan roboh. tiang atau tiyang mas, 😆
— — —
*Tiyang kalo orang Jawa, sedangkan tiang untuk orang Indonesia bang
SukaSuka
tiang penyangga rumah aja mesti kokoh dan kuat , apaalgi tiang agama ya kang…
— — —
*Benar sekali mamah…
SukaSuka
hm….
setuju lah….
— — —
*thanks…
SukaSuka
“pilar tunggal”??haaa….
saya pengen ngeliat pilar-pilar bangunan kuno..semoga ada kesempatan nanti.
— — —
*yang dalam negeri apa luar negeri mas??
SukaSuka
Tiangnya harus kuat….
— — —
*Sekuat macan, eh gajah!
SukaSuka
Ya….cocok makanya shalat adalah tiang agama.
— — —
*maka dalam adzan itu ada kalimat dirikanlah shalat
SukaSuka
nah lek tiang listrik iku Madhangi
lek tiyang jaler kuwi …?
— — —
*he… he… yang dah punya anak tahu itu!
SukaSuka
g cuma cewek tp cowok juga punya tiang kan 😀
— — —
*ya pilar tunggal itu mbah…
SukaSuka
salam..
saat ini saya menjual CD cara berkebun kayu jati yang benar, hanya dengan harga 60 ribu/CD (sdh msk ongkos krm). CD bukan berisi ebook PDF atau paparan data melainkan video interaktif/audio visual bagaimana prakteknya langsung di lapangan. dan ada juga buku panduannya (berwarna + bergambar) harga 60 ribu.
jika berminat silahkan hub.saya di 081-911857815 atau email rozi679@gmail.com.
terima kasih
— — —
*thanks infonya
SukaSuka