Energi “Gado-gado”

NEGERI kita adalah sebuah negeri yang melimpah sumber daya alamnya. Apa pun bisa dikelola untuk dimanfaatkan bagi kemakmuran negeri dan kesejahteraan rakyat. Sayangnya, keberuntungan ini belumlah dapat dirasakan secara merata. Masih banyak daerah yang memiliki kekayaan alam namun tidak merasakan manfaatnya

Demikian pula dalam hal ketersediaan energi. Minyak tanah yang langka paska konversi minyak tanah ke gas elpiji membuat harga minyak tanah semakin melambung. Dari semula yang hanya Rp. 2.500 per liter di pasaran, kini ada yang sudah mencapai Rp. 6.000 per liternya. Belakangan, kini muncul kembali himbauan untuk membatasi siaran televisi dengan tujuan penghematan energi.

Sebetulnya jika kita mau, tak sedikit dari kekayan negeri ini yang bisa dijadikan sebagai energi alternatif pengganti BBM. Dari yang paling murah hingga yang paling mahal dan membutuhkan teknologi serta biaya yang tinggi. Untuk energi yang bisa dikonsumsi oleh rakyat kecil, maka yang murah dan melimpah adalah pilihan tepat dijadikan sebagai program. Dengan bahan yang mudah didapat tanpa harus impor terlebih dahulu, kita seharusnya menjadi negara yang tak kekurangan dalam hal ini.

Sekam atau batang padi misalnya, dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Lebih tepatnya lagi dikatakan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sekam (PLTS), apa tidak hebat???  Ini sudah diujicoba di Thailand dan juga Indonesia, tepatnya di Bali. Bahkan teknologinya pun tidak memerlukan peralatan canggih. Hanya diperlukan turbin bertenaga uap yang telah dirancang untuk membakar sekam. Sebagaimana halnya batubara dan gas, turbin uap ini lebih menghemat biaya.

Bayangkan, berapa banyak daerah di Indonesia yang memiliki areal pertanian luas. Sudah itu, PLTS yang dibangun otomatis akan memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Petani juga akan memperoleh penghasilan tambahan dari hasil jualan sekam. Rakyat dapat menikmati listrik murah tanpa mengalami pemadaman seperti sekarang ini. Dan PLN tak akan mengalami defisit keuangan. Di samping itu, abu hasil pembakaran sekam ini juga dapat digunakan untuk campuran semen sehingga bisa dijual ke pabrik semen.

Di sarana transportasi, bahan nabati seperti singkong juga bisa digunakan bagi kendaraan bertenaga bensin. Namun terlebih dahulu harus melalui serangkaian proses untuk  memecah karbohidrat kompleks menjadi etanol sebagai substitusi bensin. Prosesnya mirip dengan pembuatan tapai singkong, hanya saja pada etanol prosesnya dibikin lebih sempurna. Campuran bensin dengan etanol ini sering disebut sebagai bioetanol.

Kinerja mesin dengan bioetanol berkadar 10% menjadi lebih baik dibanding premium dengan oktan 88 atau pertamax dengan oktan 92 sekalipun. Sebab alkohol berfungsi sebagai peningkat oktan dan lebih ramah lingkungan. Selain itu harganya pun lebih murah daripada bensin yang tidak disubsidi. Di Indonesia, biopertamax merupakan bahan bakar jenis ini yang telah di produksi Pertamina.

BPPT telah mengujicobakan etanol ini pada kendaraan bertenaga bensin baik motor maupun mobil, bahkan telah dipakai untuk mobil-mobil dinas di lingkungannya. Namun bioetanol kurang cocok digunakan pada motor dengan mesin dua tak, karena pada sistem pembakarannya etanol kalah oleh olie samping. Mesin bertenaga solar seperti mesin diesel perlu modifikasi tersendiri agar etanol bisa cocok sebagai bahan bakarnya.

Pada belahan dunia lain seperti di Amerika, telah banyak dipakai jelantah (minyak goreng bekas) sebagai bahan bakar, terutama kendaraan yang bertenaga solar atau mesin diesel. Meski harus diolah terlebih dahulu untuk menyamakan karakteristik jelantah dengan minyak solar, tapi di sana telah banyak dijual paket alat pengubah jelantah menjadi bahan bakar.

Jadi masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk memanfaatkan limbah rumah tangga yang satu ini. Kendaraan dengan bahan bakar ini dinamakan dengan “veggie cars” atau sama seperti vegetarian dalam istilah orang yang tidak makan daging, sedangkan minyaknya disebut biodiesel. Di Inggris bahkan ada perusahaan yang mau memproduksi minyak jelantah ini sebagai bahan bakar yakni Global Commodities UK.

Jelantah memang sangat mudah didapatkan. Restoran-restoran lokal dapat dimanfaatkan sebagai pemasok utama jelantah. Dari segi kesehatan, jelantah memang berbahaya jika masih tetap digunakan untuk menggoreng karena dapat menyebabkan penyakit seperti kanker, kolesterol, hipertensi, jantung dll. Sementara jika dibuang begitu saja akan mencemari lingkungan, disamping masih banyak juga orang yang merasa sayang membuangnya.

Indonesia sebagai salah satu negara penghasil kelapa sawit terbesar seharusnya bisa memanfaatkan peluang ini. Apalagi hampir semua lingkungan keluarga, pedagang dan pengusaha restoran pasti menggunakannya.

Lain di Amerika, lain pula di Jepang. Negeri matahari terbit ini malah mengolah sampah plastik menjadi minyak tanah, bukan didaur ulang menjadi plastik lagi. Minyak tanah diperoleh dengan mengurai sampah plastik melalui pemanasan 400 derajat celcius dengan formula khusus dan 5 jenis katalis sebagai pendorong reaksi.

Energi yang digunakan bukan panas api tetapi getaran gelombang mikro seperti dalam oven microwave. Plastik dipecah sampai menjadi bermacam-macam alkana atau pembentuk minyak tanah.  Cara ini sudah dipraktekkan oleh pemerintah kota Yasugi, Jepang. Kota yang menghasilkan sampah 140 ton per tahun ini menyulap sampah plastik menjadi minyak tanah yang dapat dipergunakan oleh masyarakat. Setiap kilogram sampah yang diolah akan menghasilkan 1,2 liter minyak tanah.

Semua dinyatakan ramah lingkungan serta memberikan nilai tambah bagi berbagai pihak, dari mulai pembuatan sampai hasil yang didapatkan. Kalau diumpamakan ya seperti orang membuat gado-gado, begitulah. Energi “gado-gado” proses pembuatannya mudah, murah, bahannya pun melimpah di sekitar kita. Begitu pun hasil akhirnya akan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat dengan harga yang terjangkau.

Misalkan Indonesia cukup mengimpor saja teknologi pengolahan dengan membayar royalty hak patennya, pasti akan besar manfaatnya. Sekali teknologinya bisa masuk, maka berbagai masalah yang timbul akibat gonjang-ganjing energi ini insya Allah bisa diatasi. Jika kenyataannya demikian, untuk kepentingan nasional mengapa belum ada yang serius menggarap lahan yang satu ini?*

15 respons untuk ‘Energi “Gado-gado”

  1. lagi2 masalah SDM nya ya mas

    btw, pernah nonton di TV, ada yg makai minyak jelantah buat pengganti bensin

    * SDM Indonesia memang perlu ditingkatkan baik dari segi kemampuan maupun mentalitasnya

    Suka

  2. Nah kuwi…sekarang kita dituntut buat kreatip menyiasati keadaan yang makin mengenaskan ini…lha kalo saya milih nyepur kalo misalnya balik Jogja, murah meriah, hemat energi pula…

    *nggrenjeng gratis...

    Suka

  3. sy setuju sama tukang nggunem, emg musti kreatif di jaman susah begini. klo emg bisa berhemat, kenapa hrs boros 🙂

    *yang gak kreatif berarti tidak hemat

    Suka

  4. Wah, bagus bgt klo ide ini dikembangkan oleh pemerintah. Sayangnya pemerintah kita sepertinya cuek dgn peluang2 yg bagus.
    Gimana klo mas Mufti ini dicalonkan jadi Menteri Sumber Daya & Energi saja? He he he…

    *dijamin jadi deh, jadi guyonan ha… ha… ha…

    Suka

  5. kata mbak yg kerja di tempatku, skrg minyak tanah sdh Rp 10rb, mas…

    Yah, mgkn terlalu banyak pertimbangan jadi gak jalan2 ya meskipun ide banyak…

    *sejak dulu ujung2nya ke biaya

    Suka

  6. wah..energi alternatif emang yahuud..gak ada minyak,gak ada elpiji..didesaku sekarang pake energi alternatif..kayu bakar..hahaha..bisa buat penghidupan pencari kayu..dijual sekarang laku keras mas..(sempit sekali pemikiranku ya..:( )

    *tapi betul kok mas, tetanggaku juga banyak yang beralih ke kayu bakar dan arang kayu meski tidak 100% pake bahan tersebut

    Suka

  7. Banyak energi alternatif yang bisa digarap, alasan selalu klasik, belum tersedia anggaran. Aneh kan?

    *anggaran habis dikorupsi mbah…

    Suka

  8. yang kemarin dari air itu gag jadi yah??

    *Yang dari Joko Suprapto itu memang bermasalah dan sedang ditangani kepolisian karena dinilai ada unsur penipuan.

    Suka

  9. Asal jangan kayak kasus “banyu geni” yang diluncurkan UMY, yang ternyata cuma tipuan belaka …
    Btw, pertamax harganya turun lho, dari harga tertinggi Rp.10.750 sekarang menjadi Rp. 8.500,- . Aneh ya (lho… harga turun kok aneh? lha iya, soalnya biasanya naik melulu …)

    *Premium malah gak pernah turun ya Bu. Maklum aja deh kalo naik melulu namanya juga produksi PERTAMINA (PERtahunnya MInyak NAik) kata wapres Ucup Keliek

    Suka

  10. Saya Danan, 29 Th,
    saya seorang pengusaha muda (UKM)
    Jauh sebelum orang meributkan efisiensi energi dan energi alternatif, kami sudah melakukan penelitian selama 6 Tahun terakhir tentang tungku sekam, dan baru kami jual secara masal setelah saya memutuskan untuk usaha sendiri 2 tahun yang lalu.

    modal awal kami 1,5 jt waktu itu, Alhamdulillah setelah mulai lancar kami berhasil menjual 23 unit tersebar dari Banyuwangi hingga Tegal.

    hari ini saya membaca berita dari liputan enam (14 oktober 2008) tentang kayu sebagai bahan bakar alternatif ungulan, saya antara antara mendukung dan menolak pendapat ini. Mendukung karena mungkin menciptakan lapangan kerja baru, menolak karena sebetulnya ada yang lain selain kayu yang juga ungulan yang mungkin tidk merusak ekosistem alam akibat penebangan kayu yang berlebihan. bahan bakar dari produk yang kami buat adalah dari sekam, serbuk kayu, tempurung kelapa, ampas tebu, serabut kelapa, jerami kering bahkan daun kering. coba dibandingkan, lebih baik mana dibandingkan dengan kayu.

    saya pikir didepan mata kita sudah tersedia sumber energi terbaharui dengan sangat murah, cuman mungkin orang indonesia saja yang kurang mau tahu. di desa tempat saya tinggal para penduduk mulai kami pengaruhi sedikit demi sedikit untuk meninggalkan elpiji dan beralih ke tungku sekam rumah tangga buatan kami. pertimbangannya simple, karena faktor kebisaan dan perasaan kalo elpiji naik lagi gimana, sedangkan sekam, jerami dam serbuk kayu melimpah didesa kami. kalo dikota mungkin teknologi ini belum bisa diterima. Yang dikawatirkan selama ini kalo timbul polusi asap dari pembakaran, kami sudah bisa atasi, artinya bebas polusi asap.

    cuma, kami hanya sebuah UKM dengan masalah klise.
    Mohon Kami diberikan Informasi tentang program
    yang berkaitan dengan Tungku sekam yang kami produksi

    Bagaimana caranya untuk menjalin kerjasama agar produk kami dapat dinikmati lebih luas oleh semua masyarakat

    untuk informasi keseriuasan kami bisa diperoleh dari
    http://www.santosorising.com

    Kami bersedia memberikan informasi tambahan yang mungkin diperlukan

    Terimakasih

    Danan Eko Cahyono, ST

    *Coba saja hubungi Disperindagkop setempat mas. Banyak bantuan yang bisa diberikan dari mulai pembiayaan, pengembangan UKM serta kerjasama

    Suka

Silahkan Berkomentar